PELAYANAN YANG BENAR DAN PENYIMPANGANNYA
Persaingan dalam dunia bisnis memang sudah lumrah terjadi, bahkan mereka masing-masing berusaha "merebut" pasar dengan berbagai macam cara. Dari mulai pelayanan, kualitas barang sampai dengan harga. Dalam hal harga, produsen berusaha menekan biaya produksi agar harga jual barang jadi bisa menjadi lebih murah, namun tidak terlepas dari prinsip “dengan modal serendah-rendahnya bisa memperoleh laba setinggi-tingginya”. Tetapi hal ini pun tidak dapat dilakukan secara sembarangan, karena antara harga dan kualitas barang haruslah seimbang. Jika kualitas barang rendah, tetapi dijual dengan harga tinggi, maka konsumen akan “lari” dengan sendirinya, namun apabila kualitas barang bagus, tetapi dijual dengan harga tinggi pun, masyarakat akan tetap “mencari”. Hal-hal semacam ini sudah lumrah dalam dunia bisnis, bagaimana dengan pelayanan gereja?. Kita akan melihat sejauh mana pelayanan gereja yang harus berbeda dengan dunia bisnis.
Pelayanan
Pelayanan dalam lingkungan gereja adalah suatu kegiatan yang ditugaskan Allah kepada setiap Jemaat Tuhan untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia (Kis. 20:24) kepada jemaat-jemaat Tuhan tanpa memperhitungkan untung rugi, bahkan dengan taruhan nyawa (Kis. 20:24). Para Rasul dengan gigihnya menyampaikan kebenaran firman Tuhan tanpa mengenal lelah agar apa yang ditugaskan kepadanya dapat diselesaikan dengan baik (Roma 16:12).
Pelayanan dalam lingkungan gereja berbeda dengan pelayanan di bidang lainnya. Dalam bidang bisnis, pelayanan yang baik dilakukan agar hanya calon konsumen tertarik membeli barang atau menggunakan jasa dari perusahaan barang atau jasa tertentu supaya perusahaan memiliki konsumen yang banyak, sehingga penjualan meningkat dan keuntungan yang diperoleh bisa lebih besar lagi. Dalam pelayanan gereja pun perlu dilakukan cara-cara tertentu agar Jemaat Tuhan tertarik mempelajari, menerima, dan melakukan kehendak Allah, namun dalam hal ini Pelayan tidak diajarkan untuk mengambil keuntungan sedikitpun, bahkan kalau Pelayan itu adalah seorang yang berkecukupan, maka Pelayan dapat memberikan sebagian miliknya untuk orang-orang yang membutuhkan. Hal ini berarti Pelayan justru memberi bukan menerima, melayani bukan dilayani (Mrk. 10:45).
Akhir-akhir ini banyak sekali pelayanan yang mengatasnamakan pelayanan gereja, namun sebenarnya bukanlah pelayanan gereja dalam arti dan maksud yang sebenarnya, tetapi hanya suatu kegiatan “mencari uang” yang berlabel pelayanan gereja, ini adalah salah satu penyimpangan yang tidak disadari oleh jemaat-jemaat Tuhan pada umumnya. Berikut saya sampaikan beberapa contoh “pelayanan gereja” yang tanpa disadari bukanlah pelayanan yang sebenarnya tetapi lebih tepat jika kita kaitkan dengan kemarahan Tuhan Yesus ketika Bait Allah digunakan oleh orang-orang untuk berjualan.
Yohanes 2:14-16
Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."
Apa yang disaksikan Yesus pada sekitar 2000 tahun yang lalu kini terulang kembali. Gereja bukan hanya dijadikan tempat untuk menyembah Tuhan, tetapi sudah mengalami penambahan dan perubahan fungsinya. Banyak jenis-jenis usaha yang “dibungkus” dengan istilah pelayanan. Seminar-seminar rohani, KKR, Retret, Camp, dan berbagai jenis usaha lainnya yang seolah-olah memang sebuah pelayanan.
Seminar Rohani
Mungkin hanya sedikit saja seminar-seminar rohani yang laksanakan tanpa memungut biaya dari pesertanya. Biaya yang dikenakan bervariasi, dari yang paling murah sampai dengan yang paling mahal. Untuk seminar-seminar yang berhuubungan dengan bisnis, sekali lagi!, masih lumrah bilamana dikenakan harga tinggi, karena melalui seminar yang diikutinya peserta dapat memperoleh manfaat yang besar bagi perkembangan bisnisnya. Selain karena memperoleh jurus-jurus baru dalam bisnis juga karena melalui seminar para pebisnis dapat memperoleh banyak kolega yang akan memperlancar bisnisnya. Seminar rohani bukanlah seminar bisnis karena seminar rohani bertujuan untuk membekali jemaat-jemaat Tuhan agar lebih mengerti firman Tuhan sehingga dalam kehidupannya dapat lebih berkenan dihadapan Tuhan. Banyak penyelenggara seminar rohani berusaha untuk membela diri dengan mengatakan bahwa, “Kami tidak dengan gratis menggunakan Gedung A sebagai tempat seminar, tetapi kami harus membayarnya dan itu pun tidak murah”. Memang benar penyewaan gedung itu tidak murah, bahkan untuk gedung tertentu bisa sangat tinggi biaya sewanya. Sekarang saya bertanya, “Tidak bisakah seminar rohani dilakukan di gedung gereja yang sudah ada saja supaya tidak ada biaya penyewaan?”. Sebenarnya kegiatan seminar tidak harus dilaksanakan di gedung-gedung mewah, hotel berbintang lima yang biaya sewanya sangat tinggi. Seminar rohani sudah cukup pantas dilaksanakan di gedung gereja. Ada pula penyelenggara yang mengatakan bahwa “Kami ‘kan mendatangkan Pembicara terkenal, jadi ya…wajarlah kalau harga tiketnya mahal!”. Sebenarnya perlukah seminar-seminar rohani diselenggarakan, saya katakan tidak perlu kalau hanya dijadikan alasan untuk mencari uang. Seminar rohani bukanlah dalam rangka menjual barang atau jasa, tetapi sarana atau cara lain dalam menyebarluaskan Injil. Pemberitaan Injil bukan barang atau jasa, jadi tidak pantas untuk dikomersialkan apapun bentuknya.
Kita dapat mengambil teladan dari Rasul Paulus tentang tugasnya sebagai pemberita Injil, Paulus mengatakan bahwa :
- pemberitaan Injil adalah keharusan
- pemberitaan Injil adalah tugas penyelenggaraan
- tidak ada upah secara materi dalam pemberitaan Injil
- Pemberita Injil adalah hamba semua orang
- Pemberitaan Injil untuk memenangkan sebanyak mungkin orang (bukan balas jasa berupa materi)
I Korintus 9:16
Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil. Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.
Rasul Paulus memberikan teladan bagi kita, bahwa dalam pemberitaan Injil, si Pemberita tidak ada upahnya, kecuali hanya untuk memenangkan jiwa.
Penulis :
Puji Raharjo, Dip.Th.